Thursday 31 December 2015

[review] The Wind Leading to Love by Ibuki Yuki


Judul : The Wind Leading to Love
Penulis : Ibuki Yuki
Penerjemah: Mohammad Ali
Penerbit : Penerbit Haru
Tahun Terbit : 2015
Cetakan : Pertama
Spesifikasi : 20 cm, 342 halaman
Jumlah Bab : 7 (beserta prolog dan epilog)
Harga : Rp. 65.000,-
Durasi Baca : 24-25 Desember 2015
Kepemilikkan : Milik Sendiri
Rate : 4.25 of 5 ^^
.
.
.
..
.
Sinopsis;


Rasa sakit itu merupakan bukti kalau kita masih hidup.

Suga Tetsuji depresi.
Menuruti saran dokter, dia mengasingkan diri di sebuah kota pesisir, di sebuah rumah peninggalan ibunya. Namun, yang menantinya bukanlah ketenangan, tapi seorang wanita yang banyak omong dan suka ikut campur bernama Fukui Kimiko.

Fukui Kimiko kehilangan anak dan suaminya, dan menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab kematian mereka berdua. Dia menganggap dirinya tidak pantas untuk berbahagia.

Setelah menyelamatkan Tetsuji yang nyaris tenggelam, Kimiko menawarkan bantuan pada pria itu untuk membereskan rumah peninggalan ibunya agar layak dijual. Sebagai gantinya, wanita itu meminta Tetsuji mengajarinya musik klasik, dunia yang disukai anaknya.

Mereka berdua semakin dekat, tapi…


.
.
“Siapa yang tidak merasa heran melihat seorang murid teladan membeli ayam goring dan hamburger dengan jumlah yang tidak mungkin habis termakan, lalu membuangnya begitu saja? Apa yang terjadi? Kau ini cerdas dan punya segalanya, tapi kenapa sedikit pun tidak terlihat bahagia?” (p. 35)

Di sebuah rest area menuju Miwashi, mobil yang mengantar Suga Tetsuji kemudian ditumpangi oleh Fukui Kimiko. Walaupun enggan, namun karena mobil tersebut adalah milik kenalan perempuan itu, ia tidak bisa menolak. Tetapi sepertinya hal itu adalah kesalahan karena perempuan itu tidak berhenti bertanya dan membuat perjalanannya menjadi tidak tenang. Setelah mengantarkan Kimiko ke tujuannya, mobil tersebut pun mengantarkannya ke rumah peninggalan ibunya yang beberapa lalu meninggal dunia dan kini harus diurusnya. Rumah dimana ia akan menghabiskan waktu cuti enam minggu untuk berlari dari masalah dan tekanan yang ada.
“Anu, aku tahu kau memiliki masalah yang tidak ringan. Tapi saat ada di sini, lupakanlah semua masalah itu. Kembalilah seperti Tetsuji di masa kanak-kanak dulu. Lagi pula ini kan rumah ibumu. Aku saja yang tidak memiliki hubungan apapun dengan ibumu selalu merasa seperti kembali menjadi anak SD.” (p. 98)
Namun, karena tekanan psikologis yang melandanya, ketika melihat laut di dekat rumah itu, Tetsuji pun menghampirinya dan nyaris tenggelam. Untung saja ada seseorang yang menolongnya, perempuan di rest area tersebut, Kimiko. Melihat keadan Tetsuji yang tidak berdaya, Kimiko pun menolong lelaki itu dan mengurusnya. Perempuan itu pun mengurusnya dengan baik. Keesokan harinya, Kimiko kembali datang untuk mengembalikan baju yang ia pinjam dan pada saat itulah ia melihat koleksi kaset musik klasik. Sebuah ide pun muncul dalam benak Kimiko; ia akan membantu lelaki itu untuk membersihkan dan mengurus rumah peninggalan tersebut asalkan Tetsuji mau mengajarkannya mengenai musik klasik—dunia yang dulu disukai mendiang anaknya.
Apa yang bisa membahagiakan dan membuat seorang yang pendiam seperti ini tertawa? Apa yang disukai dan bisa membuat pria ini senang? (p. 106)
Keberadaan Kimiko di rumah tersebut kemudian membuat Tetsuji perlahan-lahan membuka dirinya kembali. Sifat Kimiko yang riang dan hangat membuat Tetsuji bisa akrab dengan perempuan itu. Selain itu, Kimiko yang ulet pun berhasil membuat rumah semenanjung peninggalan ibunya pun nampak semakin rapi dari hari ke hari. Sebaliknya, keberadaan Tetsuji yang tidak pernah mencela Kimiko membuat perempuan itu merasa nyaman. Sekalipun ia tidak mengerti musik klasik sama sekali, lelaki itu dengan sabar memperkenalkan satu per satu koleksi musik klasik tersebut. Tetsuji membawa Kimiko merasa lebih dekat dengan sang anak. Perlahan-lahan, mereka pun mengetahui satu sama lain lebih dalam. Tetsuji mengetahui bahwa Kimiko kehilangan anak dan suaminya dan hal tersebut ada hubungannya dengan Kota Miwashi ini. Akan tetapi, hubungan yang semakin baik itu pun mendapat konflik ketika Rika, istri Tetsuji, datang untuk menjenguk sang suami.
“Dua belas tahun aku merawatnya, menganggapnya milikku yang amat sangat berharga, lebih dari apapun di dunia ini. Tapi kata-kata terakhir yang keluar dari mulutnya adalah ‘kenapa keluargaku harus seperti ini?’. Apa yang salah? Apa yang harus kulakukan agar kesalahan itu bisa kutebus? Berkali-kali aku terus memikirkan hal itu. mungkin kesalahan itu ada pada diriku sendiri. Tapi aku tidak mengerti.” (p. 187)
Kedatangan Rika membuat Tetsuji menyadari bahwa ia memiliki rumah untuk pulang dengan seorang istri dan anak perempuan yang menunggu. Ia sudah sembuh dari depresi yang melandanya dan urusan rumah semenanjung milik mendiang ibunya pun sudah dijual. Lalu, bagaimana dengan hubungan Tetsuji dan Kimiko? Akankah lelaki itu meninggalkan Miwashi untuk kembali ke keluarganya atau tetap tinggal dengan Kimiko di Miwashi yang telah mengembalikan sebagian dirinya yang dulu ia anggap sudah hilang?
.
.
.
.
Apakah ia akan menjalani hidup ke depan dengan selalu diselimuti kenangan musim panas itu? Rasanya seperti mengenang orang yang telah tiada.(p. 285)
.
.


Baca selengkapnya pada novel The Wind Leading to Love karya Ibuki Yuki ini! ^^


.
.
Depresi adalah suatu hal yang pastinya pernah melanda setiap manusia. Hal tersebut bisa datang dari kekecewaan, tekanan, kegagalan maupun hal negatif lainnya. Bukan tidak mungkin depresi bisa berujung pada upaya untuk mengakhiri hidup.
Hal tersebutlah yang terjadi pada novel The Wind Leading to Love. Masalah berat yang menimpa Tetsuji membuat dirinya depresi dan hampir membunuh dirinya sendiri dengan tenggelam di lautan. Namun, pertolongan dari Kimiko telah menyelamatkannya. Dari sanalah cerita berawal dan perkembangan hubungan Tetsuji dan Kimiko pun berlanjut.
Dari segi alur, walaupun tergolong cenderung lambat, namun sesuai dengan nuansa mellow yang dibawakan. Penulisan cerita yang disertai banyak deskripsi mengenai setting tempat maupun perasaan tokoh pun membuat pembaca bisa membayangkan cerita ini dengan baik. The Wind Leading to Love yang merupakan J-Lit (cerita terjemahan dari Jepang) karya Ibuki Yuki ini bisa membawa pembacanya hanyut pada musim panas di Miwashi. Saya sendiri merasa bisa membayangkan bagaimana indahnya kota tersebut hanya dengan membaca deskripsi yang dituliskan dalam novel ini.
Penokohan yang berbeda antara Tetsuji dan Kimiko membuat chemistry tersendiri. Kimiko yang periang, hangat, dan memiliki sifat inferior memiliki interaksi yang menarik dengan Tetsuji yang  pendiam, agak ketus namun selalu berpikir objektif. Pada awalnya, saya tidak sadar bahwa keduanya diceritakan sudah berumur 30-an dan ketika mengetahuinya saya cukup kaget. Walaupun begitu, interaksi mereka tetap menarik. Dalam ringkasan cerita di atas saya tidak mencantumkan keseluruhan tokoh seperti putri Tetsuya, Yuka, Shun, Madam, Mei dan lainnya, namun tokoh-tokoh pelengkap itu memiliki peran yang cukup membantu dalam membangun alur cerita.
Satu hal yang sangat saya sukai dari novel ini adalah bagaimana Ibuki Yuki membangun hubungan Tetsuji dengan Kimiko dengan cara yang sesuai dengan umur tokoh tersebut. Saya tidak merasakan gejolak khas anak muda dalam hubungan mereka, namun sikap yang lebih dalam dan dewasa berhasil saya tangkap dari hubungan mereka. Saya juga menyukai bagaimana musik klasik bisa membuat mereka semakin dekat. Untungnya saya sedikit familier dengan La Traviata (yang cukup sering disebut) hingga setidaknya bisa memahami obrolan mereka mengenai musik klasik.
Konflik besar yang muncul di akhir menurut saya menjadi kekurangan dari cerita ini karena menurut saya konflik memiliki peranan penting untuk membuat pembaca tetap ingin membaca. Walaupun begitu, penulis mungkin memang menekankan pada pembangunan hubungan di antara dua tokoh utama. Terlepas dari hal tersebut, membaca novel ini merupakan pengalaman yang cukup menyenangkan. Saya harap bisa membaca karya Ibuki Yuki yang lain. Dari novel ini saya mendapatkan nilai bahwa terkadang, kita perlu melepaskan hal-hal yang membuat kita tetap berjalan di tempat.
.
.
.
Baiklah, sekian review novel The Wind Leading to Love dari saya!
Tertarik untuk membaca novelnya? BURUAN BACAAA! :”)))))
Sudah membacanya? Yuk atuh kita FANGIRLING-an! :”)))))))))))
.
.
.
“Hidup yang selalu minta maaf itu tidak baik, kan? Padahal kau tidak melakukan kesalahan sedikit pun. Jangankan melakukan kesalahan, kau bahkan memperhatikan sekelilingmu dengan cukup baik. Kau itu seharusnya marah.” (p. 120)
.
.






0 comments:

Post a Comment